MANAJEMEN KELAS
Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan
pembelajaran murid (Charles,2002; Everston, Emmer, & Worsham, 2003).
Awalnya pandangan manajemen kelas yang efektif adalah dengan menekankan pada
penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengontrol tindak tunduk murid.
Namun, pandangan ini di ubah menjadi memfokuskan pada kebutuhan murid untuk
mengembangakan hubungan dan kesempatan untuk menata diri (Kennedy, dkk, 2001).
Manajemen kelas yang mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada
peraturan ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif,
pemikiran, dan konstruksi oengetahuan sosial (Charles & Senter, 2002).
KELAS PADAT, KOMPLEKS, DAN BERPOTENSI KACAU
Dalam menganalisis lingkungan kelas, Walter Doyle (1986)
mendeskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi
problem:
1.
Kelas adalah multidimensional. Kelas merupakan
tempat banyak aktivitas akademik maupun non akademik seperti bermaian. Guru
harus mencatat jadwal dan membuat murid menuruti jadwal yang ada. Tugas harus
diberikan, dimonitori, dikoleksi, dan dievalusai.
2.
Aktivitas terjadi secara simultas. Banyak
aktivitas kelas terjadi secara stimultan. Satu klaster murid mungkin megerjakan
tugas menulis, yang lainnya mendiskusikan suatu cerita bersama guru, dan murid
lainnya mengerjakan tugas yang lain, dan lainnya.
3.
Hal-hal terjadi secara cepat. Banyak kejadian
dikelas yang membutuhkan penangan cepat. Misalnya, dua murid berdebat tentang
kepemilikan sebuah buku catatan, seorang murid menangis karena pensilnya
hilang, dan lainnya.
4.
Kejadian sering kali tidak bisa diprediksi.
Meskipun anda telah mengatur rencana dengan rapid an hati-hati, kemungkinan
masih ada akan muncul kejadian diluar rencana.
5.
Hanya ada sedikit privasi. Kelas adalah tempat
public dimana murid melihat bagaimana guru mengatasi masalah, melihat kejadian
tidak terduga, dan mengalami frustasi. Sehingga terkadang seorang guru
mengatakan bahwa mereka seperti di “atas bara api” karena apapun yang mereka
lakukan diperhatikan oleh banyak orang.
6.
Kelas punya sejarah. Murid mempunyai kenangan
tentang apa yang terjadi di dalam kelas pada waktu dahulu. Mereka dapat
mengingat berbagai kejadian didalam kelas bersama teman-temannya dan
guru-gurunya.
Beberapa
strategi mengajar yang baik untuk
mengawali pengajaran menurut Emmer,
Evertson, & Worsham (2003) :
1.
Menciptakan ekspektasi untuk perilaku dan
membuang ketidakpastian. Pada awal
ajaran baru murid akan merasa tidak pasti dengan ekspektasinya dengan kelas
tersebut. Ia mengekspektasikan sesuai dengan pengalaman dengan guru sebelumnya
dan hal lainnya. Sehingga ekspektasi guru dengan murid akan berbeda-beda. Maka
jangan fokus pada mata pelajaran pada awal masa sekolah. Luangkan waktu untuk
menerangkan secara jelas dan konkret tentang aturan, prposedur, dan persyaratan
kelas sehingga murid tahu apa yang harus dikerjakan dikelas nantinya.
2.
Pastikan murid bahwa murid mengalami kesuksesan.
Mata pelajaran dan tugas harus didesain untuk memastikan murid sukses dalam
mengerjakannya agar murid padat mengembangjan sikap positif dan memberi mereka
rasa percaya diri untuk menghadapi tugas.
3.
Selalulah siap dan hadir. Tunjukkan pada murid bahwa mereka
dapat menemui anda saat mereka butuh informasi.
4.
Bersikaplah tegas. Walaupun anda telah memaparkan
aturan kelas dan ekspektasi anda, beberapa murid akan lupa atau menguji anda
apakah anda siap menegakkan aturan tersebut, terutama di masa awal sekolah.
Selalu bangun batas antara apa yang dapat diterima dan tidak dapat diterima
dikelas anda.
MENDESAIN LINGKUNGAN FISIK KELAS
Prinsip penataan kelas (Evertson,
Emmer, & Worsham, 2003) :
1.
Kurangi kepadatan di tempat lalu-lalang.
2.
Pastikan bahwa anda dapat dengan mudah melihat
semua murid
3.
Materi pengajaean dan perlengkapan murid harus
diakses
4.
Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua
presentasi kelas
Gaya penataan kelas yang standart :
1.
Gaya auditorium, semua murid duduk menghadap
guru. Gaya auditorium sering kali dipakai ketika guru mengajar atau seseorang
memberikan presentasi di kelas.
2.
Gaya tatap muka, murid saling menghadap.
Gangguan dari murid lain akan lebih besar pada susunan ini ketimbang pada
susunan auditorium
3.
Gaya off-set, sejumlah murid duduk di bangku
tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain. Gangguan dalam gaya ini
lebih sedikit ketimbang gaya tatap muka dan dapat efektif untuk kegiatan
pembelajaran kooperatif
4.
Gaya seminar, sejumlah besar murid duduk di
susunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U. ini terutama efektif
ketika anda ingin agar murid berbicara satu sama lain atau bercakap-cakap
dengan anda.
5.
Gaya klaster, sejumlah murid bekerja dalam
kelompok kecil. Susunan ini terutama efktif untuk aktivitas pembelajaran
kolaboratif.
0 komentar:
Posting Komentar